Saat ini mulai marak dibicarakan mengenai pendidikan karakter. Tetapi yang masih umum diterapkan mengenai pendidikan karakter ini masih pada taraf jenjang pendidikan pra sekolah (taman bermain dan taman kanak-kanak). sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya masih sangat-sangat jarang sekali. kurikulum pendidikan di Indonesia masih belum menyentuh aspek karakter ini, meskipun ada pelajaran pancasila, kewarganegaraan dan semisalnya, tapi itu masih sebatas teori dan tidak dalam tataran aplikatif. Padahal jika Indonesia ingin memperbaiki mutu SDM dan segera bangkit dari ketinggalannya, maka indonesia harus merombak istem pendidikan yang ada saat ini.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya sebenarnya apa sih dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya. Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah, dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU. Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir besar dunia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)..
dianlilian
Jumat, 01 Juli 2011
PACARAN SEHAT ITU BAGAIMANA SIH.......???
Pacaran sih boleh aja, tapi harus mengerti batasannya, apa yang boleh dan enggak boleh dilakukan. Singkatnya, pacaran “sehat” harus jadi pilihan kita kalau enggak mau kena akibatnya. Nah, bagaimana gaya pacaran kita bisa disebut sehat?
1. Sehat fisik
Sehat secara fisik berarti enggak ada kekerasan dalam berpacaran. Biarpun cowok secara fisik lebih kuat, bukan berarti bisa seenaknya menindas kaum cewek. Pokoknya, dilarang saling memukul, menampar, apalagi menendang. (he-he-he…)
2. Sehat emosional
Hubungan kita dengan orang lain akan terjalin dengan baik apabila ada rasa nyaman, saling pengertian dan keterbukaan. Kita enggak cuma dituntut untuk mengenali emosi diri sendiri, tetapi juga emosi orang lain. Dan yang penting lagi adalah bagaimana kita mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik. Kita memang enggak boleh juga melakukan kekerasan nonfisik, marah-marah, apalagi mengumpat-umpat orang lain, termasuk pacar kita.
3. Sehat sosial
Pacaran tidak mengikat. Artinya, hubungan sosial dengan yang lain harus tetap dijaga. Kalau pagi, siang, dan malam selalu bareng sama pacar, bisa bahaya lho! Kita enggak bakalan punya teman. Dan bukan enggak mungkin, kita akan merasa asing di lingkungan sendiri. Enggak mau, kan?
4. Sehat seksual
Secara biologis, kita yang masih remaja ini mengalami perkembangan dan kematangan seks. Tanpa disadari, pacaran juga memengaruhi kehidupan seksual seseorang. Kedekatan secara fisik bisa memicu keinginan untuk melakukan kontak fisik. Kalau diteruskan, bisa enggak terkontrol alias kebablasan. Jadi, dalam berpacaran kita harus saling menjaga. Artinya enggak melakukan hal-hal yang berisiko.
Banyak diskusi dan seminar yang membahas masalah pacaran dan seks. Penelitian tentang remaja dan perilaku seksnya pun sudah banyak. Hal ini dikarenakan dalam kenyataannya, banyak remaja yang sudah melakukan aktivitas-aktivitas yang berisiko dan pada akhirnya adalah intercourse.
Nah… kalau sudah sampai ke aktivitas yang ini, bisa gawat! Karena itu, dalam pacaran, mengendalikan diri tuh penting banget.
1. Sehat fisik
Sehat secara fisik berarti enggak ada kekerasan dalam berpacaran. Biarpun cowok secara fisik lebih kuat, bukan berarti bisa seenaknya menindas kaum cewek. Pokoknya, dilarang saling memukul, menampar, apalagi menendang. (he-he-he…)
2. Sehat emosional
Hubungan kita dengan orang lain akan terjalin dengan baik apabila ada rasa nyaman, saling pengertian dan keterbukaan. Kita enggak cuma dituntut untuk mengenali emosi diri sendiri, tetapi juga emosi orang lain. Dan yang penting lagi adalah bagaimana kita mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik. Kita memang enggak boleh juga melakukan kekerasan nonfisik, marah-marah, apalagi mengumpat-umpat orang lain, termasuk pacar kita.
3. Sehat sosial
Pacaran tidak mengikat. Artinya, hubungan sosial dengan yang lain harus tetap dijaga. Kalau pagi, siang, dan malam selalu bareng sama pacar, bisa bahaya lho! Kita enggak bakalan punya teman. Dan bukan enggak mungkin, kita akan merasa asing di lingkungan sendiri. Enggak mau, kan?
4. Sehat seksual
Secara biologis, kita yang masih remaja ini mengalami perkembangan dan kematangan seks. Tanpa disadari, pacaran juga memengaruhi kehidupan seksual seseorang. Kedekatan secara fisik bisa memicu keinginan untuk melakukan kontak fisik. Kalau diteruskan, bisa enggak terkontrol alias kebablasan. Jadi, dalam berpacaran kita harus saling menjaga. Artinya enggak melakukan hal-hal yang berisiko.
Banyak diskusi dan seminar yang membahas masalah pacaran dan seks. Penelitian tentang remaja dan perilaku seksnya pun sudah banyak. Hal ini dikarenakan dalam kenyataannya, banyak remaja yang sudah melakukan aktivitas-aktivitas yang berisiko dan pada akhirnya adalah intercourse.
Nah… kalau sudah sampai ke aktivitas yang ini, bisa gawat! Karena itu, dalam pacaran, mengendalikan diri tuh penting banget.
PENGARUH MUSIK KLASIK PADA ANAK ^_^
Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan nada-nada yang teratur, bukan nada-nada "miring". Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik.
Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan, "Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia".
Penelitian menunjukkan, musik klasik yang mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang hingga 80 % dengan musik.
"Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony", demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam suatu ceramah musik. "Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony mempengaruhi roh". Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Kita masih ingat dengan "head banger", suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama music rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah. Jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur. Perasaan kita akan lebih enak dan enteng. Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan harmony sangat mempengaruhi roh. Jika kita menonton film horor, selalu terdengar harmony (melodi) yang menyayat hati, yang membuat bulu kuduk kita berdiri. Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak digunakan harmony yang membawa roh manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar harmony dari suara-suara alam disekelilingnya. "Musik yang baik bagi kehidupan manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmony", ujar Ev. Andreas Christanday.
Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu percobaan tentang pengaruh musik bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama diletakkan pada tempat yang berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan tanaman yang lain diletakkan dekat dengan speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam beberapa hari terjadi perbedaan yang sangat mencolok. Tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu rock menjadi layu dan mati, sedangkan tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu indah tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup.
Alam semesta tercipta dengan musik alam yang sangat indah. Gemuruh ombak di laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan musik alam yang sangat indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam itu bagi kehidupan manusia.
Wulaningrum Wibisono, S.Psi mengatakan, "Jikalau Anda merasakan hari ini begitu berat, coba periksa lagi hidup Anda pada hari ini
Minggu, 12 Juni 2011
TEKNIK BIMBINGAN KELOMPOK... AYO dibantu baca ya :)
Dalam rangka “belajar” untuk UAS semester ini, saya coba merekap informasi mengenai materi UAS Mata Kuliah Teori Bimbingan Konseling Kelompok. Salah satu materi yang tidak ada di buku referensi yang saya miliki, yaitu materi penjelasan teknik bimbingan kelompok. Harusnya teknik itu ada 12, tapi saya baru menemuka beberapa saja. Boleh dilihat deh
1) Teknik Diskusi
Teknik diskusi ini sebenarnya sering dipraktekan di kelas. Biasanya di kelas saya diskusi pada saat presentasi materi perkuliahan oleh teman-teman perkelompok. Pemimpin diskusi yang baik, akan sanggup dengan cepat mengambil tindakan-tindakan menghadapi ketimpangan-ketimpangan tersebut di atas. Untuk itulah para konselor perlu dilatih untuk memperoleh keterampilan memimpin yang pada hakekatnya dapat dipelajari. Prof. Dr. Winarno Surakhmad dalam bukunya “Pengantar Interaksi belajar-rnengajar” mengemukakan tiga peranan ‘pemimpin diskusi ialah sebagai:
a) Pengatur lalu lintas
b) dinding penangkis
c) penunjuk jalan.
Diskusi diawali dengan penguraian materi yang terkait oleh seseorang atau beberapa orang. Setelah itu dibuka sesi tanggapan atau pertanyaan yang berfungsi untuk memperdalam pemahaman kelompok mengenai materi itu.
2) Teknik Ceramah
Teknik ini sudah sering sekali dipraktekan. Seringnya pada layanan klasikal yang bersifat informatif dan preventif. Konselor berbicara di depan atau di tengah kelompok memberikan sejumlah informasi. Tetapi perlu diperhatikan juga, bahwa tidak selamanya metode ceramah erat kaitannya dengan kejenuhan. Konselor diharapkan memiliki public speaking yang baik, agar tidak membuat kelompok jenuh.
3) Psikodrama
Drama ini merupakan permainan peran, berdasarkan kisah nyata salah satu konseli dalam kelompok tersebut. Peran Konselor sebagai pemimpin cukup banyak. Moreno (1953, 1964) menyarankan, bahwa sutradara berperan sebagai produser, fasilitator, pengamat, dan seorang analis. Blatner (1988a) menyatakn lebih lanjut, bahwa seorang direktur seyogianya membangun keterampilannya dalam tiga bidang yang saling tergantung, yaitu:
4) Sosiodrama
Sosiodrama memang hampir serupa dengan psikodrama, sama-sama merupakan permainan peran. Bedanya, sosiodrama mengambil cerita dari permasalahan sosial yang ada. Jadi ceritanya bukan dari permasalahan nyata konseli.
Tekniknya pun hampir sama dengan psikodrama. Manfaat yang bisa diambil dari teknik ini yaitu
(1) Dapat mempertinggi perhatian siswa melalui adegan-adegan, hal mana tidak selalu terjadi dalam metode ceramah atau diskusi.
(2) Siswa tidak saja mengerti persoalan sosial psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia, seperti halnya penonton film atau sandiwara, yang ikut hanyut dalam suasana film seperti, ikut menangis pada adegan sedih, rasa marah, emosi, gembira dan lain sebagainya.
(3) Siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain.
5) Kerja Kelompok
Kerja kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar-mengajar dimana siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan pengajaran tertentu. Sebagai metode mengajar, kerja kelompok dapat dipakai untuk mencapai barmacam macam tujuan pengajaran. Pelaksanaannya tergantung pada beberapa fäktor misalnya tujuan khusus yang akan dicapai, umur, kemampuan siswa, serta fasilitas pengajaran di dalam keIas.
Peran konselor dalam proses kerja kelompok hanya memberikan pengaturan awal dan fasilitator terbangunnya kohesivitas kelompok. Konselor pun yang memberikan tujuan terbangunnya kelompok tersebut dan tujuan materi yang hendak dicapai.
6) Games
Penyelenggaraan games ini memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada yang untuk having fun saja, juga untuk penyampaian materi tertentu. Namun, sejatinya, dalam permainan ini tentu ada pesan yang bisa diambil. Bermain game pada intinya bersifat sosial dan melibatkan belajar dan memenuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri, kontrol emosional,dan adopsi peran-peran pemimpin dan pengikut dari sosialisasi (Serok & Blum, 1983).
Lengkapnya bisa dibaca buku Permainan (Game and Play) karya dosen saya Dr.Nandang Rusmana, M.Pd, (wah udah saya iklanin nih Pak, komisinya ditunggu ya Pak J ).
7) Field Trip (Karya wisata)
Bimbingan yang satu ini yang saya suka (jalan-jalan J ). Konselor juga harus mempersiapkannya dengan matang. Karena seringkali bimbingan dengan metode ini tidak tercapai tujuannya (eh, ini murni pengalaman saya). Seringnya ya malah jadi piknik dan shopping.
Metode karyawisata berguna bagi siswa untuk membantu mereka memahami kehidupan ril dalam lingkungan beserta segala masalahnya . Misalnya, siswa diajak ke museum, kantor, percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung nilai sejarah/kebudayaan tertentu.
(dian lilian)
1) Teknik Diskusi
Teknik diskusi ini sebenarnya sering dipraktekan di kelas. Biasanya di kelas saya diskusi pada saat presentasi materi perkuliahan oleh teman-teman perkelompok. Pemimpin diskusi yang baik, akan sanggup dengan cepat mengambil tindakan-tindakan menghadapi ketimpangan-ketimpangan tersebut di atas. Untuk itulah para konselor perlu dilatih untuk memperoleh keterampilan memimpin yang pada hakekatnya dapat dipelajari. Prof. Dr. Winarno Surakhmad dalam bukunya “Pengantar Interaksi belajar-rnengajar” mengemukakan tiga peranan ‘pemimpin diskusi ialah sebagai:
a) Pengatur lalu lintas
b) dinding penangkis
c) penunjuk jalan.
Diskusi diawali dengan penguraian materi yang terkait oleh seseorang atau beberapa orang. Setelah itu dibuka sesi tanggapan atau pertanyaan yang berfungsi untuk memperdalam pemahaman kelompok mengenai materi itu.
2) Teknik Ceramah
Teknik ini sudah sering sekali dipraktekan. Seringnya pada layanan klasikal yang bersifat informatif dan preventif. Konselor berbicara di depan atau di tengah kelompok memberikan sejumlah informasi. Tetapi perlu diperhatikan juga, bahwa tidak selamanya metode ceramah erat kaitannya dengan kejenuhan. Konselor diharapkan memiliki public speaking yang baik, agar tidak membuat kelompok jenuh.
3) Psikodrama
Drama ini merupakan permainan peran, berdasarkan kisah nyata salah satu konseli dalam kelompok tersebut. Peran Konselor sebagai pemimpin cukup banyak. Moreno (1953, 1964) menyarankan, bahwa sutradara berperan sebagai produser, fasilitator, pengamat, dan seorang analis. Blatner (1988a) menyatakn lebih lanjut, bahwa seorang direktur seyogianya membangun keterampilannya dalam tiga bidang yang saling tergantung, yaitu:
- Pengetahuan tentang metode-metode, prinsip-prinsip, dan teknik-teknik;
- Pemahaman tentangteori kepribadian dan hubungannya dengan pengembangan pembentukan filosofi hidup; dan Kematangan dan perkembangan kepribadiannya sendiri
4) Sosiodrama
Sosiodrama memang hampir serupa dengan psikodrama, sama-sama merupakan permainan peran. Bedanya, sosiodrama mengambil cerita dari permasalahan sosial yang ada. Jadi ceritanya bukan dari permasalahan nyata konseli.
Tekniknya pun hampir sama dengan psikodrama. Manfaat yang bisa diambil dari teknik ini yaitu
(1) Dapat mempertinggi perhatian siswa melalui adegan-adegan, hal mana tidak selalu terjadi dalam metode ceramah atau diskusi.
(2) Siswa tidak saja mengerti persoalan sosial psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia, seperti halnya penonton film atau sandiwara, yang ikut hanyut dalam suasana film seperti, ikut menangis pada adegan sedih, rasa marah, emosi, gembira dan lain sebagainya.
(3) Siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain.
5) Kerja Kelompok
Kerja kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar-mengajar dimana siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan pengajaran tertentu. Sebagai metode mengajar, kerja kelompok dapat dipakai untuk mencapai barmacam macam tujuan pengajaran. Pelaksanaannya tergantung pada beberapa fäktor misalnya tujuan khusus yang akan dicapai, umur, kemampuan siswa, serta fasilitas pengajaran di dalam keIas.
Peran konselor dalam proses kerja kelompok hanya memberikan pengaturan awal dan fasilitator terbangunnya kohesivitas kelompok. Konselor pun yang memberikan tujuan terbangunnya kelompok tersebut dan tujuan materi yang hendak dicapai.
6) Games
Penyelenggaraan games ini memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada yang untuk having fun saja, juga untuk penyampaian materi tertentu. Namun, sejatinya, dalam permainan ini tentu ada pesan yang bisa diambil. Bermain game pada intinya bersifat sosial dan melibatkan belajar dan memenuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri, kontrol emosional,dan adopsi peran-peran pemimpin dan pengikut dari sosialisasi (Serok & Blum, 1983).
Lengkapnya bisa dibaca buku Permainan (Game and Play) karya dosen saya Dr.Nandang Rusmana, M.Pd, (wah udah saya iklanin nih Pak, komisinya ditunggu ya Pak J ).
7) Field Trip (Karya wisata)
Bimbingan yang satu ini yang saya suka (jalan-jalan J ). Konselor juga harus mempersiapkannya dengan matang. Karena seringkali bimbingan dengan metode ini tidak tercapai tujuannya (eh, ini murni pengalaman saya). Seringnya ya malah jadi piknik dan shopping.
Metode karyawisata berguna bagi siswa untuk membantu mereka memahami kehidupan ril dalam lingkungan beserta segala masalahnya . Misalnya, siswa diajak ke museum, kantor, percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung nilai sejarah/kebudayaan tertentu.
(dian lilian)
PENTINGNYA PERMAINAN DALAM BIMBINGAN KONSELING
B. JENIS-JENIS PERMAINAN
- Permainan Sensorimotor ( Praktis )
- Permainan Sombolis ( Pura-pura )
Dalam permainan pretend, ada 3 hal yang biasa terjadi : alat-alat, alur cerita dan peran.
3. Permainan Sosial
Adalah permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan teman sebaya
4. Permainan Konstruktif
Mengombinasikan kegiatan sensorimotor yang berulang dengan representasi gagasan simbolis. Permainan Konstrukstif terjadi ketika anak-anak melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau suatu pemecahan masalah ciptaan sendiri.
5. Games
Adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan dan menyenangkan yang melibatkan aturan dan seringkali kompetisi dengan satu anak atau lebih.
C. FUNGSI BERMAIN
1. BERMAIN DAN KEMAMPUAN INTELEKTUAL
a. Merangsang perkembangan kognitif
Dengan permainan sensorimotor, anak akan mengenal permukaan lembut, halus, kasar atau kaku, sehingga meningkatkan kemampuan abstraksi (imajinasi, fantasi)dan mengenal konstruksi, besar-kecil, atas-bawah, penuh-kosong. Melalui permainan dapat menghargai aturan, keteraturan dan logika.
b. Membangun struktur kognitif
Melalui permainan, anak akan memperoleh informasi lebih banyak sehingga pengetahuan dan pemahamannya lebih kaya dan lebih mendalam. Bila informasi baru ini ternyata beda dengan yang selama ini diketahuinya, anak mendapat pengetahuan yang baru. Dengan permainan struktur kognitif anak lebih dalam, lebih kaya dan lebih sempurna
c. Membangun kemampuan kognitif
Kemampuan kognitif mencakup kemampuan mengidentifikasi, mengelompokan, mengurutkan, mengamati, meramal, menentukan hubungan sebab-akibat, menarik kesimpulan. Permainan akan mengasah kepekaan anak akan keteraturan, urutan dan waktu juga meningkatkan kemampuan logika.
d. Belajar Memecahkan Masalah
Permainan memungkinkan anak bertahan lama menghadapi kesulitan sebelum persoalan yang ia hadapi dipecahkan. Proses pemecahan masalah ini mencakup imajinasi aktif anak-anak yang akan mencegah kebosanan ( merupakan pencetus kerewelan ada anak )
e. Mengembangkan rentang konsentrasi
Apabila tidak ada konsentrasi atau rentang perhatian yang lama, seorang anak tidak mungkin dapat bertahan lama bermain (pura-pura menjadi dokter,ayah-ibu,guru). Ada yang dekat antara imajinasi dan kemampuan konsentrasi. Imajinasi membantu meningkatkan kemampuan konsentrasi. Anak tidak imajinatif memiliki rentang perhatian (konsentrasinya) pendek dan memiliki kemungkinan besar untuk berperilaku lain dan mengacau.
2. BERMAIN DAN PERKEMBANGAN BAHASA
Bermain merupakan “laboratorium bahasa” buat anak-anak. Di dalam bermain, anak-anak bercakap-cakap dengan teman yang lain, berargumentasi, menjelaskan dan meyakinkan kosakata yang dikuasai anak-anak dapat meningkat karena mereka menemukan kata-kata baru
3. BERMAIN DAN PERKEMBANGAN SOSIAL
- Meningkatkan sikap sosial
b. Belajar berkomunikasi
Agar dapat melakukan permainan, seorang anak harus mengerti dan dimengerti oleh teman-temannya, karena permainan, anak-anak dapat belajar bagaimana mengungkapkan pendapatnya, juga mendengarkan pendapat orang lain
c. Belajar Berorganisasi
Permainan seringkali menghendaki adanya peran yang berbeda, olah karena itu dalam permainan, anak-anak dapat belajar berorganisasi sehubungan dengan penentuan ‘siapa’ yang akan menjadi ‘apa’. Dengan permainan, anak-anak dapat belajar bagaimana membuat peran yang harmonis dan melakukan kompromi
4. BERMAIN DAN PERKEMBANGAN EMOSI
Bermain merupakan pelampiasan emosi dan juga relaksasi. Fungsi bermain untuk perkembangan emosi :
- Kestabilan emosi
Kegembiraan yang dirasakan bersama mengarah pada kestabilan emosi anak
b. Rasa kompetensi dan percaya diri
Bermain menyediakan kesempatan pada anak-anak mengatasi situasi.Kemampuan ini akan membentuk rasa kompeten dan berhasil. Perasaan mampu ini pula dapat mengembangkan percaya diri anak-anak. Selain itu, anak-anak dapat membandingkan kemampuan pribadinya dengan temannya sehingga dia dapat memandang dirinya lebih wajar (mengembangkan konsep diri yang realistis)
c. Menyalurkan keinginan
Didalam bermain, anak-anak dapat menentukan pilihan, ingin menjadi apa dia. Bisa saja ia ingin menjadi ‘ikan’, bisa juga menjadi ‘komandan’ atau menjadi ‘pasukan perang’nya atau menjadi seorang putri.
d. Menetralisir emosi negatif
Bermain menjadi “katup” pelepasan emosi negatif, misalnya rasa takut, marah, cemas dan memberi kesempatan untuk menguasai pengalaman traumatik.
e. Mengatasi konflik
Di dalam bermain, sangat mungkin akan timbul konflik antar anak dengan lainnya, karena itu anak-anak bisa belajar alternatif untuk menyikapi atau menangani konflik yang ada.
f. Menyalurkan agresivitas secara aman
Bermain memberikan kesemapatan bagi anak-anak untuk menyalurkan agresivitasnya secara aman. Dengan menjadi ‘raja’ misalnya, anak dapat merasa ‘mempunyai kekuasaan’ dengan demikian anak-anak dapat mengekspresikan emosinya secara intens yang mungkin ada tanpa merugikan siapapun
5. BERMAIN DAN PERKEMBANGAN FISIK
a. Mengembangkan kepekaan penginderaan
Dengan bermain, anak-anak dapat mengenal berbagai tekstur : halus, kasar, lembut; mengenal bau; mengenal rasa; mengenal warna
b. Mengembangkan ketrampilan motorik
Dengan bermain seorang anak dapat mengembangkan kemampuan motorik, seperti berjalan, berlari, melompat, bergoyang mengangkat, menjinjing, melempar, menangkap, memanjat, berayun dan menyeimbangkan diri. Selain itu, anak dapat belajar merangkai, menyusun, menumpuk, mewarnai dan menggambar
c. Menyalurkan energi fisik yang terpendam
Bermain dapat menyalurkan energi berlebih yang ada diantara anak-anak, mis : kejar-kejaran. Energi berlebih yang tidak disalurkan dapat membuat anak-anak tegang, gelisah dan mudah tersinggung.
6. BERMAIN DAN KREATIVITAS
Dalam bermain, anak-anak dapat berimajinasi sehingga dapat meningkatkan daya kreativitas anak-anak. Adanya kesempatan untuk berfikir antara batas-batas dunia nyata menjadikan anak – anak dapat mengenal proses berfikir yang lebih kreatisif yang akan sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari
D. ROLE PLAYING – BERMAIN PERAN
Adalah permainan yang biasa dilakukan anak-anak dimana dalam permainan tersebut meniru kegiatan atau pekerjaan orang dewasa. Dr. Kresno Mulyadi,SpKJ menyebut 8 manfaat bermain peran :
- Menggali imajinasi
- Menambah kemampuan bahasa
- Membangun sosialisasi
- Menyelesaikan masalah
- Mengembangkan kepemimpinan
- Menggali rasa percaya diri
- Berpikir abstrak
- Mengekplorasi dunia dengan kaca mata anak-anak
- Permainan miniatur : alat berat, binatang, boneka
- Alat rumah tangga mainan
- Mainan berkarakter tokoh kartu
- Kostum peran tertentu
- Membuang ekstra energi
- Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh
- Aktivitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan
- Anak belajar mengontrol diri
- Berkembangnya berbagai ketrampilan yang akan berguna bagi hidupnya
- Meningkatkan daya kreatifitas
- Mendapatkan kesempatan menemukan arti dari benda-benda disekitarnya
- Cara mengatasi kemarahan, kekuatiran, iri hati dan kedukaan
- Kesempatan untuk bergaul dengan anak lainnya
- Kesempatan mengikuti aturan
- Kesemoatan mengelola emosi, saat pihaknya menang atau kalah
- Sarana mengembangkan kemampuan intelektualnya
( with play provides one of the best ways to communicate with children and “see their world” or “a window into the child`s world”)
Play therapy , suatu teknik terapi yang dilakukan untuk menghadapi konseli, utamanya yang mengalami gangguan mental seperti phobia, anxiety, trauma, underconvidence, child abuse, alcoholics & addicts, child victims of incest, allergies,stutering
Dengan teknik tertentu dan tujuan tertentu membantu konseli menuju ke arah kebahagiaan
Permainan dalam bimbingan dan konseling sangat dipakai dalam :
- situasi krisis ( korban gempa bumi, tsunami, angin )
- panti sosial
- Rehabilitasi
(Iirdekamp & Rosegrant,1992) bahwa belajar secara bermakna, bila :
- Merasa permainan secara psikologis serta kebutuhan fisik terpenuhi
- Dapat mengkonstruksi pengetahuan
- Belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa serta anak lain
- Belajar melalui bermain
- Minat serta kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi
- Unsur variasi individual anak diperhatikan
PERMAINAN DINAMIKA KELOMPOK DALAM BIMBINGAN KONSELING
Dalam aktifitas pemberian pelayanan bimbingan dan konseling, selalu harus kita sertai dengan RPP/Satuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Mengapa? Karena RPP/Satuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling adalah sebagai penjabaran program kerja, yang didalamnya ada langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang harus kita kerjakan. Diamping itu, RPP/Satuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling juga sebagai bukti fisik bawasannya kita telah melakukan kegiatan/program pembimbingan.
Untuk program bimbingan seperti layanan informasi, pelayanan konseling, referal, mediasi dan sebagainya biasanya kita telah familier dengan bentuk atau format RPP/ Satuan Pelayanannya. Sedangkan untuk jenis pelayanan seperti permainan terkadang kita mengabaikan RPP/Satuan Pelayanannya. Padahal dalam kontek ini, RPP/Satuan Pelayanan Bimbingan khususnya dalam permainan dinamika kelompok sangatlah penting keberadaannya.
Berikut, contoh-contoh RPP/Satuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling khususnya pada topik-topik permainan dinamika kelompok:
Kegiatan : EKSPLORASI KORAN BEKAS
Hari, tanggal :
Waktu : 30 menit
Tempat :
Peserta : Kelas 7 :
Bahan : Koran bekas
Tujuan :
Untuk program bimbingan seperti layanan informasi, pelayanan konseling, referal, mediasi dan sebagainya biasanya kita telah familier dengan bentuk atau format RPP/ Satuan Pelayanannya. Sedangkan untuk jenis pelayanan seperti permainan terkadang kita mengabaikan RPP/Satuan Pelayanannya. Padahal dalam kontek ini, RPP/Satuan Pelayanan Bimbingan khususnya dalam permainan dinamika kelompok sangatlah penting keberadaannya.
Berikut, contoh-contoh RPP/Satuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling khususnya pada topik-topik permainan dinamika kelompok:
SATUAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Pertemuan :Kegiatan : EKSPLORASI KORAN BEKAS
Hari, tanggal :
Waktu : 30 menit
Tempat :
Peserta : Kelas 7 :
Bahan : Koran bekas
Tujuan :
1. Memanfaatkan barang bekas, diantaranya koran
2. Bekerja sama mengembangkan ide
3. Menghargai pendapat dalam kelompok
4. Menciptakan barang bekas menjadi barang yang bisa memberikan keindahan
5. Menghargai waktu
6. Menjalin kebersamaan dalam kelompok
7. Mematuhi norma permainan yang berlaku
8. Fair, menerima apapun hasil penilaian juri
Eksperientasi / Langkah Permainan :- Masing-masing kelompok diberikan satu bendel kertas koran bekas
- Ketua kelompok diberikan instruksi permainan
- Kelompok diberikan waktu 1 menit untuk merundingkan karyanya
- Kelompok harus membuat suatu karya dari koran tersebut dengan alokasi waktu hanya 20 menit
- Setelah selesai, masing-masing kelompok menceritakan hasil karyanya
- Permainan dilaksanakan dalam keadaan tutup mulut, bisa menggunakan kode-kode yang disepakati
Permainan eksplorasi barang bekas yang sederhana ini sangatlah mudah dilakukan oleh semua anak. Permainan ini memanfaatkan barang bekas bertujuan memotivasi anak untuk mengeluarkan idenya sehingga tercipta suatu karya yang bagus, indah dan berseni. Hal ini menunjukkan bahwa sutu barang bekas, meskipun hanya sebuah koran dapat bermanfaat kembali dan diperlukan pemikiran yang mendalam untuk membentuk barang bekas itu menjadi barang yang berarti dalam kelompoknya. Hal ini tentunya membutuhkan pribadi kepemimpinan yang baik dari ketua kelompoknya untuk mengatur anak kelompoknya mencurahkan keinginan dari dirinya. Apabila ketua kelompok bersikap otoriter, mungkin yang terjadi kekakuan dalam memimpin jalannya permainan, namun bisa juga seorang ketua sangat liberal sehingga terjadi keributan dalam mengatur emosi anak kelompoknya.Begitu juga seorang pemimpin bisa mengerti akan dibawa kemana koran bekasnya itu, setelah terjadi perundingan dengan anggotanya
Kelompok yang anggotanya sudah saling mengenal, akan memudahkan jalannya permainan. Situasi akan ramai dan menyenangkan. Masing-masing anggota akan leluasa mencurahkan idenya agar sama-sama menghasilkan suatu karya yang sempurna. Namun kejadian akan terjadi sebaliknya, apabila para anggota belum mengenal teman lainnya, adanya rasa malu untuk mengungkapkan keinginannya, sehingga mengalami kebuntuan ide. Keadaan ini membutuhkan seorang pemimpin kelompok yang mampu menguasai situasi kelompoknya.
Anggota kelompok diberikan hak penuh untuk membentuk karya kelompoknya, sehingga diperlukan kerjasama yang baik juga komunikasi yang efektif antaranggota. Dengan memanfaatkan waktu yang sesempit itu menjadikan para anggota benar-benar berfikir ektra keras demi mewujudkan hasil karyanya. Permainan ini juga menjungjung tinggi sikap menghargai pendapat teman, meskipun pendapat itu dinilai kurang bagi teman lainnya,oleh karena itu dibutuhkan kelapangan dada satu sama lainnya.
Di dalam permainan dinanika kelompok ini, tetap menggunakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan, yaitu (1)waktu yang disediakan hanya 20 menit, (2) tidak boleh ada yang bersuara / hanya dengan kode-kode, (3) tidak menggunakan bahan-bahan lain seperti gunting, lem, pensil dll, jadi semua kelompok berpegang pada norma permainan ini.
Akhir dari kegiatan ini adalah menceritakan maksud dan tujuan dari bentuk karya yang dihasilkan masing-masing kelompok dan diberikan penilaian atas karyanya. Bagaimanapun juga hasil penilaian dari tim juri harus diterima, ada yang kalah dan ada yang menang, namun pada prinsipnya adalah semua menjadi pemenang dari berbagai segi manusia, sisi kepemimpinan, sisi kedisiplinan, sisi sosial, sisi ambisi, sisi toleransi dan sisi kemanusiaan lainnya.(dian lilian)
BIMBINGAN KELOMPOK DAN KONSELING KELOMPOK
KONSEP DASAR BIMBINGAN KELOMPOK
DAN KONSELING KELOMPOK
DAN KONSELING KELOMPOK
Kiprah bimbingan dan konseling dewasa ini tidak lagi hanya terbatas pada lingkungan pendidikan sekolah, melainkan menjangkau seting luar sekolah dan masyarakat. Dalam era kesejagatan saat ini, individu dituntut agar selalu mengembangkan dan/atau memperbaiki kecakapannya dalam memilih informasi agar dapat mengambil keputusan secara tepat. Pengembangan dan/atau perbaikan kecakapan semacam ini perlu dilakukan secara terus menerus dalam bebagai aspek kehidupan melalui proses belajar sepanjang hayat. Konseling merupakan wahana pelayanan yang mampu memfasilitasi individu dan kelompok untuk menghadapi perubahan yang pesat dan ragam informasi yang amat kompleks.
Pelayanan konseling yang diluncurkan dengan kerangka kerja kelompok dapat berbentuk Layanan Konseling Kelompok (KKp) atau Layanan Bimbingan Kelompok (BKp). Kondisi riil di lapangan menunjukkan adanya bahwa Layanan KKp dan/atau BKp ini semakin menjadi unggulan dan primadona dalam keseleruhan penyelenggaraan program konseling. Kondisi ini terjadi karena Layanan KKp dan/atau BKp memiliki beberapa keunggulan mendasar, antara lain : (1) membantu seseorang atau sejumlah orang yang tidak siap dan terbuka secara perorangan menemui konselor, (2) memfasilitasi individu atau sekelompok individu yang lebih berani berbicara dan terbuka saat bersama-sama temannya, (3) dapat melayani sejumlah orang dalam waktu yang bersamaan, (4) menimbulkan keakraban, membangun suasana saling percaya, saling membantu, dan empati diantara sesama anggota kelompok dan konselor, (5) menemukan alternatif pemecahan masalah yang lebih banyak dan bervariasi, karena mengemukanya berbagai pemikiran dari anggota, (6) praktis, dalam arti dapat dilakukan di mana saja, di dalam ruangan atau di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, di rumah salah seorang peserta atau dirumah konselor, di suatu kantor, atau di ruang praktik pribadi konselor.
Konsekuensi logis dari perspektif yang dideskripsikan di atas adalah adanya tuntutan pelayanan KKp dan atau BKp yang profesional. Konseling, dalam bentuk perorangan atau kelompok, esensinya merupakan proses bantuan untuk mengentaskan masalah yang terbangun dalam suatu hubungan tatap muka antara dua orang individu (klien yang mengahadapi masalah dengan konselor yang memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan). Bantuan dimaksud diarahkan agar klien mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu tumbuh kembang ke arah yang dipilihnya, sehingga klien mampu mengembangkan dirinya ke arah peningkatan kualitas kehidupan sehari-hari yang efektif (effektive daily living). Hubungan dalam proses konseling terjadi dalam suasana profesional dengan menyediakan kondisi yang kondusif bagi perubahan dan pengembangan diri klien.
Konseling profesional merupakan layanan terhadap klien yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan dapat dipertanggungjawabkan dasar keilmuan dan teknologinya. Penyelenggaraan konseling profesional bertitik tolak dari teori dan/atau pendekatan-pendekatan yang dijadikan sebagai dasar acuannya.
Implikasi dari tuntutan ini adalah, para calon konselor profesional perlu dipersiapkan melalui pembekalan terprogram untuk memperoleh pengalaman mengelola KKp dan/atau BKp secara langsung dengan sejumlah kelompok klien yang bervariasi.
B. Pengertian Dasar
Layanan Konseling Kelompok (KKp) dan/atau Bimbingan Kelompok (BKp) merupakan jenis layanan koseling yang mengikutkan sejumlah peserta dalam bentuk kelompok, dengan konselor sebagai pemimpin kelompok. Layanan ini mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan/atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta kegiatan kelompok.
Dalam BKp dibahas topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama anggota kelompok, sedangkan dalam KKp dibahas masalah pribadi yang dialami masing-masing anggota kelompok. Baik topik umum maupun masalah pribadi itu dibahas melalui suasana dinamika kelompok yang intensif dan konstruktif. Layanan ini dapat dilakukan di mana saja, di dalam ruangan atau di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, di rumah salah seorang peserta atau dirumah konselor, di suatu kantor, atau di ruang praktik pribadi konselor. Di manapun kedua jenis layanan ini dilaksanakan, harus terjamin bahwa dinamika kelompok dapat berkembang dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan kelompok.
C. Tujuan
Tujuan umum layanan BKp dan/atau KKp adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi anggota kelompok, khususnya kemampuan dalam berkomunikasi.
Secara khususkhusus tujuan BKp dan KKp adalah sebagai berikut.
1. BKp bertujuan membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasa-lahan actual dan menjadi perhatian anggota kelompok. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topic-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal, ditingkatkan.
2. KKp terfokus pada pembahasan masalah pribadi salah satu anggota kelompok secara bergantian. Melalui layanan kelompok yang intensif dalam upaya pemecahan masalah tersebut para anggota kelompok memperoleh dua tujuan sekaligus, yaitu :
a. terkembangkannya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap terarah pada ting-kah laku khususnya dalam bersosialisasi/komunikasi
b. terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi anggota kelompok yang lain.
C. Tahap Bimbingan dan Konseling Kelompok
1. Tahap Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penjajakan, dimana para peserta diharapkan dapat lebih terbuka menyampaikan harapan keinginan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing anggota. Penampilan pemimpin kelompok pada tahap ini hendaknya benar-benar bisa meyakinkan anggota kelompok sebagai orang yang bisa dan bersedia membantu anggota kelompok mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam memulai pembentukan kelompok perlu adanya perencanaan yang matang. Oleh karena itu keberhasilan kelompok yang dibentuk tidak terlepas dari perencanaan dan pelaksanaan konseling kelompok itu sendiri. Berbagai ahli telah mengenali tahap-tahap perkembangan itu. Mereka memakai istilah yang kadang-kadang berbeda namun pada dasarnya mempunyai isi yang sama.
Beberapa tahapan dalam pembentukan kelompok adalah sebagai berikut.
a. Mengembangkan alasan-alasan pembentukan kelompok.
Alasan yang jelas dan terarah merupakan kunci yang paling penting dalam merencanakan pembentukan suatu kelompok.
b. Adanya konsep teori yang jelas yang mendasari pembentukan suatu kelompok.
Sebagai layanan profesional, dalam bimbingan dan konseling kelompokperlu adanya batasan dan kekuatan untuk membentuk suatu kelompok. Waldo (1985) mengungkapkan konsep teorinya melalui I / We /It. “I” sebagai individual yaitu interpersonal yang difokuskan pada kepercayaan, sikap dan perasaan tentang dirinya. “We” sebagai interpersonal yang menyangkut hubungan antara anggota kelompok. “It” sebagai dimensi ekstrapersonal yang menyangkut isu-isu, tugas-tugas atau menyangkut kelompok.
c. Mempertimbangkan kondisi kehidupan sehari-hari
Pembentukan suatu kelompok perlu mempertimbangkan hal-hal yang sifatnya spesifik, konkrit, dan tujuannya praktis serta prosedural. Pemimpin kelompok harus sensitif terhadap kondisi realita agar dapat mencegah reaksi-reaksi negatif dari para anggota kelompok.
d. Mempublikasikan kelompok umtuk mendapatkan anggota
Kelompok yang potensial yang mau bergabung diperlukan publikasi kelompok agar diketahui secara umum.
Pemimpin kelompok yang pandai melakukan pendekatan dengan memperkenalkan diri secara terbuka, menjelaskan prosesnya sebagai pemimpin kelompok dengan menggunakan komunikasi yang hangat dan bersahabat akan lebih mudah diterima oleh anggota dalam menjalankan kegiatan kelompok.
Pemimpin kelompok dalam tahap ini diharapkan juga harus pandai membaca situasi. Mungkin saja dalam situasi pembentukan ini keakraban dan keterikatan anggota kelompok belum terjalin. Bisa saja antara anggota yang satu dengan yang lainnya belum saling kenal mengenal.
Apabila keadaan seperti yang dikemukakan di atas memang dirasakan terjadi dalam kelompok, maka tugas pemimpin kelompok adalah membina suasana keakraban dan merangsang keterlibatan anggota dengan menumbuhkan semangat kebersamaan perasaan sekelompok. Bila masih dirasakan anggota kelompok masih enggan memikul tugas atau tanggung jawab, atau masih terjadi kebekuan suasana, maka pemimpin kelompok harus dapat merangsang dan mengarahkan anggota kelompok. Misalnya dengan menggunakan pertanyaan yang menyenangkan atau melalui permainan kelompok.
Berikut ini dikemukakan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam tahap pembentukan:
a. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan kesediaan anggota kelompok melaksanakan kegiatan.
b. Berdoa secara bersama, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-Menjelaskan pengertian bimbingan kelompok atau konseling kelompok (disesuaikan dengan kegiatan apa yang direncanakan).
c. Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok atau konseling kelompok.
d. Menjelaskan cara pelaksanaan bimbingan kelompok atau konseling kelompok.
e. Menjelaskan asas-asas bimbingan dan konseling yaitu asas kerahasiaan, kesukarelaan, kegiatan, keterbukaan, kenormatifan.
f. Melaksanakan perkenalan dilanjutkan dengan permainan pengakraban.
2. Tahap Peralihan atau Transisi
Tahap transisi adalah suatu tahap setelah proses pembentukan dan sebelum tahap kerja kelompok. Dalam kelompok yang diperkirakan berakhir 12-15 sesi, tahap transisi terjadi pada sesi kedua atau ketiga dan biasanya berlangsung satu samapai tiga pertemuan. Tahap ini terdiri dari dua bagian proses yang ditandai dengan ekspresi, sejumlah emosi dan interaksi anggota. Tahap transisi dimulai dengan periode kekacauan (storming) ada beberapa hal yang menjadi karakteristik dari storming yaitu berkaitan dengan hubungan antar teman, perlawanan, dan pemrosesan antar tugas, norma dan norming, ada perbedaan sekaligus hubungan antara konsep norma dan norming, norma adalah harapan-harapan tentang perilaku anggota kelompok yang harus atau tidak harus dilakukan. Fungsi norma kelompok adalah untuk mengatur penampilan kelompok sebagi unit yang terorganisir dan mengarahkannya dalam tujuan-tujuannya. Norming adalah perasaan akan “kekitaan”, identitas, kekelompokan, kesatuan yang muncul ketika individu-individu merasa sebagai anggota suatu asosiasi atau organisasi yang besar dari dirinya.
Secara operasional hakikat tahap ini merupakan transisi antara tahap pembentukan dengan tahap kegiatan. Pada tahap ini pemimpin kelompok sekali lagi harus jeli dalam melihat dan membaca situasi. Apabila masih terlihat gejala-gejala penolakan, rasa enggan, salah paham, kurang bersemangat dalam melaksanakan kegiatan maka pemimpin kelompok tidak boleh binggung, apalagi berputus asa.
Menghadapi keadaan seperti di atas pemimpin kelompok hendaknya memiliki kepekaan yang tinggi melalui penghayatan indera dan penghayatan rasa. Tugas pemimpin kelompok menghadapi situasi seperti itu mendorong anggota kelompok secara sukarela membuka diri untuk mengikuti kegiatan kelompok. Penampilan pemimpin kelompok yang menggambarkan sikap yang tulus, wajar, hormat, hangat dan empati akan sangat membantu mencairkan suasana menuju tahap kegiatan.
Perlu diingat bahwa tahap kedua ini merupakan “jembatan” anatar tahap pertama dan tahap ketiga. Adakalanya untuk menempuh jembatan itu dapat dilalui dengan mudah, dan adakalanya ditempuh dengan sukar. Dalam keadan seperti ini pemimpin kelompok harus berhasil membawa anggota kelompok meniti jembatan itu dengan selamat. Kalau perlu beberapa hal pokok yang sudah dibahas pada tahap pertama dapat dibahas kembali seperti asas kerahasiaan, keterbukaan dan seterusnya.
Tahap peralihan dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah:
a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya
b. Menawarkan sambil mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga).
c. Mambahas suasana yang terjadi
d. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota
e. Kalau dipandang perlu, kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan)
3. Tahap Kegiatan
Tahapan kegiatan merupakan tahap inti dari proses suatu kelompok dan merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Tahapan kegiatan selalu dianggap sebagai tahapan yang selalu produktif dalam perkembangan kelompok yang bersifat membangun (contructive nature) dan dengan pencapaian hasil yang baik (achievement of results) selama tahapan kerja hubungan anggota kelompok lebih bebas dan lebih menyenangkan. Hubungan antar anggota berkembang dengan baik (saling tukar pengalaman, membuka diri secara bebas, saling tanggap dan tukar pendapat, dan saling membantu). Dalam perkembangan kelompok, tahapan kegiatan merupakan kekuatan therapeutik seperti keterbukaan terhadap diri sendiri dan orang lain dan munculnya ide-ide baru yang membangun. Apapun yang menjadi tujuan, suatu kelompok yang sehat akan menampilkan keakraban, keterbukaan (self disclosure), umpan balik, kerja kelompok, konfrontasi dan humor. Perilaku-perilaku positif yang dinyatakan dalam hubungan interpersonal antar anggota akan muncul dalam hubungan sebaya (peer relationships).
Tahap ini sangat menentukan keberhasilan kegiatan kelompok. Jika tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ini akan berlangsung dengan lancar.
Dalam BKp tahap ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan :
a. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan topik bahasan (kelompok bebas); Pemimpin kelompok mengemukakan suatu topik untuk dibahas oleh kelompok (kelompok tugas).
b. Menetapkan topik yang akan dibahas terlebih dahulu (kelompok bebas); Tanyan jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas, yang menyangkut topik yang dikemukakan pemimpin kelompok (kelompok tugas).
c. Anggota membahas topik secara mendalam dan tuntas.
d. Kegiatan selingan
Dalam KKp tahap ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan :
a. Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah pribadi yang perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya.
b. Kelompok memilih masalah mana yang hendak dibahas dan dientaskan pertama, kedua, ketiga, dst.
Konsekuensi logis dari perspektif yang dideskripsikan di atas adalah adanya tuntutan pelayanan KKp dan atau BKp yang profesional. Konseling, dalam bentuk perorangan atau kelompok, esensinya merupakan proses bantuan untuk mengentaskan masalah yang terbangun dalam suatu hubungan tatap muka antara dua orang individu (klien yang mengahadapi masalah dengan konselor yang memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan). Bantuan dimaksud diarahkan agar klien mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu tumbuh kembang ke arah yang dipilihnya, sehingga klien mampu mengembangkan dirinya ke arah peningkatan kualitas kehidupan sehari-hari yang efektif (effektive daily living). Hubungan dalam proses konseling terjadi dalam suasana profesional dengan menyediakan kondisi yang kondusif bagi perubahan dan pengembangan diri klien.
Konseling profesional merupakan layanan terhadap klien yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan dapat dipertanggungjawabkan dasar keilmuan dan teknologinya. Penyelenggaraan konseling profesional bertitik tolak dari teori dan/atau pendekatan-pendekatan yang dijadikan sebagai dasar acuannya.
Implikasi dari tuntutan ini adalah, para calon konselor profesional perlu dipersiapkan melalui pembekalan terprogram untuk memperoleh pengalaman mengelola KKp dan/atau BKp secara langsung dengan sejumlah kelompok klien yang bervariasi.
B. Pengertian Dasar
Layanan Konseling Kelompok (KKp) dan/atau Bimbingan Kelompok (BKp) merupakan jenis layanan koseling yang mengikutkan sejumlah peserta dalam bentuk kelompok, dengan konselor sebagai pemimpin kelompok. Layanan ini mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan/atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta kegiatan kelompok.
Dalam BKp dibahas topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama anggota kelompok, sedangkan dalam KKp dibahas masalah pribadi yang dialami masing-masing anggota kelompok. Baik topik umum maupun masalah pribadi itu dibahas melalui suasana dinamika kelompok yang intensif dan konstruktif. Layanan ini dapat dilakukan di mana saja, di dalam ruangan atau di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, di rumah salah seorang peserta atau dirumah konselor, di suatu kantor, atau di ruang praktik pribadi konselor. Di manapun kedua jenis layanan ini dilaksanakan, harus terjamin bahwa dinamika kelompok dapat berkembang dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan kelompok.
C. Tujuan
Tujuan umum layanan BKp dan/atau KKp adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi anggota kelompok, khususnya kemampuan dalam berkomunikasi.
Secara khususkhusus tujuan BKp dan KKp adalah sebagai berikut.
1. BKp bertujuan membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasa-lahan actual dan menjadi perhatian anggota kelompok. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topic-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal, ditingkatkan.
2. KKp terfokus pada pembahasan masalah pribadi salah satu anggota kelompok secara bergantian. Melalui layanan kelompok yang intensif dalam upaya pemecahan masalah tersebut para anggota kelompok memperoleh dua tujuan sekaligus, yaitu :
a. terkembangkannya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap terarah pada ting-kah laku khususnya dalam bersosialisasi/komunikasi
b. terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi anggota kelompok yang lain.
C. Tahap Bimbingan dan Konseling Kelompok
1. Tahap Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penjajakan, dimana para peserta diharapkan dapat lebih terbuka menyampaikan harapan keinginan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing anggota. Penampilan pemimpin kelompok pada tahap ini hendaknya benar-benar bisa meyakinkan anggota kelompok sebagai orang yang bisa dan bersedia membantu anggota kelompok mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam memulai pembentukan kelompok perlu adanya perencanaan yang matang. Oleh karena itu keberhasilan kelompok yang dibentuk tidak terlepas dari perencanaan dan pelaksanaan konseling kelompok itu sendiri. Berbagai ahli telah mengenali tahap-tahap perkembangan itu. Mereka memakai istilah yang kadang-kadang berbeda namun pada dasarnya mempunyai isi yang sama.
Beberapa tahapan dalam pembentukan kelompok adalah sebagai berikut.
a. Mengembangkan alasan-alasan pembentukan kelompok.
Alasan yang jelas dan terarah merupakan kunci yang paling penting dalam merencanakan pembentukan suatu kelompok.
b. Adanya konsep teori yang jelas yang mendasari pembentukan suatu kelompok.
Sebagai layanan profesional, dalam bimbingan dan konseling kelompokperlu adanya batasan dan kekuatan untuk membentuk suatu kelompok. Waldo (1985) mengungkapkan konsep teorinya melalui I / We /It. “I” sebagai individual yaitu interpersonal yang difokuskan pada kepercayaan, sikap dan perasaan tentang dirinya. “We” sebagai interpersonal yang menyangkut hubungan antara anggota kelompok. “It” sebagai dimensi ekstrapersonal yang menyangkut isu-isu, tugas-tugas atau menyangkut kelompok.
c. Mempertimbangkan kondisi kehidupan sehari-hari
Pembentukan suatu kelompok perlu mempertimbangkan hal-hal yang sifatnya spesifik, konkrit, dan tujuannya praktis serta prosedural. Pemimpin kelompok harus sensitif terhadap kondisi realita agar dapat mencegah reaksi-reaksi negatif dari para anggota kelompok.
d. Mempublikasikan kelompok umtuk mendapatkan anggota
Kelompok yang potensial yang mau bergabung diperlukan publikasi kelompok agar diketahui secara umum.
Pemimpin kelompok yang pandai melakukan pendekatan dengan memperkenalkan diri secara terbuka, menjelaskan prosesnya sebagai pemimpin kelompok dengan menggunakan komunikasi yang hangat dan bersahabat akan lebih mudah diterima oleh anggota dalam menjalankan kegiatan kelompok.
Pemimpin kelompok dalam tahap ini diharapkan juga harus pandai membaca situasi. Mungkin saja dalam situasi pembentukan ini keakraban dan keterikatan anggota kelompok belum terjalin. Bisa saja antara anggota yang satu dengan yang lainnya belum saling kenal mengenal.
Apabila keadaan seperti yang dikemukakan di atas memang dirasakan terjadi dalam kelompok, maka tugas pemimpin kelompok adalah membina suasana keakraban dan merangsang keterlibatan anggota dengan menumbuhkan semangat kebersamaan perasaan sekelompok. Bila masih dirasakan anggota kelompok masih enggan memikul tugas atau tanggung jawab, atau masih terjadi kebekuan suasana, maka pemimpin kelompok harus dapat merangsang dan mengarahkan anggota kelompok. Misalnya dengan menggunakan pertanyaan yang menyenangkan atau melalui permainan kelompok.
Berikut ini dikemukakan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam tahap pembentukan:
a. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan kesediaan anggota kelompok melaksanakan kegiatan.
b. Berdoa secara bersama, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-Menjelaskan pengertian bimbingan kelompok atau konseling kelompok (disesuaikan dengan kegiatan apa yang direncanakan).
c. Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok atau konseling kelompok.
d. Menjelaskan cara pelaksanaan bimbingan kelompok atau konseling kelompok.
e. Menjelaskan asas-asas bimbingan dan konseling yaitu asas kerahasiaan, kesukarelaan, kegiatan, keterbukaan, kenormatifan.
f. Melaksanakan perkenalan dilanjutkan dengan permainan pengakraban.
2. Tahap Peralihan atau Transisi
Tahap transisi adalah suatu tahap setelah proses pembentukan dan sebelum tahap kerja kelompok. Dalam kelompok yang diperkirakan berakhir 12-15 sesi, tahap transisi terjadi pada sesi kedua atau ketiga dan biasanya berlangsung satu samapai tiga pertemuan. Tahap ini terdiri dari dua bagian proses yang ditandai dengan ekspresi, sejumlah emosi dan interaksi anggota. Tahap transisi dimulai dengan periode kekacauan (storming) ada beberapa hal yang menjadi karakteristik dari storming yaitu berkaitan dengan hubungan antar teman, perlawanan, dan pemrosesan antar tugas, norma dan norming, ada perbedaan sekaligus hubungan antara konsep norma dan norming, norma adalah harapan-harapan tentang perilaku anggota kelompok yang harus atau tidak harus dilakukan. Fungsi norma kelompok adalah untuk mengatur penampilan kelompok sebagi unit yang terorganisir dan mengarahkannya dalam tujuan-tujuannya. Norming adalah perasaan akan “kekitaan”, identitas, kekelompokan, kesatuan yang muncul ketika individu-individu merasa sebagai anggota suatu asosiasi atau organisasi yang besar dari dirinya.
Secara operasional hakikat tahap ini merupakan transisi antara tahap pembentukan dengan tahap kegiatan. Pada tahap ini pemimpin kelompok sekali lagi harus jeli dalam melihat dan membaca situasi. Apabila masih terlihat gejala-gejala penolakan, rasa enggan, salah paham, kurang bersemangat dalam melaksanakan kegiatan maka pemimpin kelompok tidak boleh binggung, apalagi berputus asa.
Menghadapi keadaan seperti di atas pemimpin kelompok hendaknya memiliki kepekaan yang tinggi melalui penghayatan indera dan penghayatan rasa. Tugas pemimpin kelompok menghadapi situasi seperti itu mendorong anggota kelompok secara sukarela membuka diri untuk mengikuti kegiatan kelompok. Penampilan pemimpin kelompok yang menggambarkan sikap yang tulus, wajar, hormat, hangat dan empati akan sangat membantu mencairkan suasana menuju tahap kegiatan.
Perlu diingat bahwa tahap kedua ini merupakan “jembatan” anatar tahap pertama dan tahap ketiga. Adakalanya untuk menempuh jembatan itu dapat dilalui dengan mudah, dan adakalanya ditempuh dengan sukar. Dalam keadan seperti ini pemimpin kelompok harus berhasil membawa anggota kelompok meniti jembatan itu dengan selamat. Kalau perlu beberapa hal pokok yang sudah dibahas pada tahap pertama dapat dibahas kembali seperti asas kerahasiaan, keterbukaan dan seterusnya.
Tahap peralihan dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah:
a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya
b. Menawarkan sambil mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga).
c. Mambahas suasana yang terjadi
d. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota
e. Kalau dipandang perlu, kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan)
3. Tahap Kegiatan
Tahapan kegiatan merupakan tahap inti dari proses suatu kelompok dan merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Tahapan kegiatan selalu dianggap sebagai tahapan yang selalu produktif dalam perkembangan kelompok yang bersifat membangun (contructive nature) dan dengan pencapaian hasil yang baik (achievement of results) selama tahapan kerja hubungan anggota kelompok lebih bebas dan lebih menyenangkan. Hubungan antar anggota berkembang dengan baik (saling tukar pengalaman, membuka diri secara bebas, saling tanggap dan tukar pendapat, dan saling membantu). Dalam perkembangan kelompok, tahapan kegiatan merupakan kekuatan therapeutik seperti keterbukaan terhadap diri sendiri dan orang lain dan munculnya ide-ide baru yang membangun. Apapun yang menjadi tujuan, suatu kelompok yang sehat akan menampilkan keakraban, keterbukaan (self disclosure), umpan balik, kerja kelompok, konfrontasi dan humor. Perilaku-perilaku positif yang dinyatakan dalam hubungan interpersonal antar anggota akan muncul dalam hubungan sebaya (peer relationships).
Tahap ini sangat menentukan keberhasilan kegiatan kelompok. Jika tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ini akan berlangsung dengan lancar.
Dalam BKp tahap ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan :
a. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan topik bahasan (kelompok bebas); Pemimpin kelompok mengemukakan suatu topik untuk dibahas oleh kelompok (kelompok tugas).
b. Menetapkan topik yang akan dibahas terlebih dahulu (kelompok bebas); Tanyan jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas, yang menyangkut topik yang dikemukakan pemimpin kelompok (kelompok tugas).
c. Anggota membahas topik secara mendalam dan tuntas.
d. Kegiatan selingan
Dalam KKp tahap ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan :
a. Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah pribadi yang perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya.
b. Kelompok memilih masalah mana yang hendak dibahas dan dientaskan pertama, kedua, ketiga, dst.
c. Klien (anggota kelompok yang masalahnya dibahas) memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai masalah yang dialaminya.
d. Seluruh anggota kelompok aktif membahas masalah klien melalui berbagai cara, seperti : bertanya, menjelaskan, mengkritisi, memberi contoh, mengemukakan pengalaman pribadi, menyarankan.
e. Klien setiap kali diberi kesempatan untuk merespon apa-apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan anggota kelompok.
f. Kegiatan selingan
4. Tahap Pengakhiran
Tahap pengakhiran secara keseluruhan merupakan akhir dari serangkaian pertemuan kelompok. Keseluruhan pengalaman yang diperoleh anggota selama proses kerja ini memerlukan perhatian khusus dari pimpinan kelompok, terutama ketika kelompok hendak dibubarkan. Pembubaran kelompok secara keselruhan idealnya dilakukan setelah tujuan kelompok tercapai. Tetapi adakalanya terjadi lebih cepat dari yang direncanakan atau yang disebut pembubaran dini. Sesungguhnya pembubaran kelompok dalam proses layanan kelompok bimbingan dan konseling adalah proses alamiah yang harus disadari oleh pimpinan dan anggotaanggotanya, dan mereka diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin untuk menghadapi pembubaran itu. Oleh karena itu kegiatan utama anggota kelompok, menjelang kelompok dibubarkan adalah (1) membayangkan kembali pengalaman mereka selama kerja kelompok berlangsung. (2) memproses kembali ingatannya. (3) mengevaluasi. (4) mengakui dan mengakomodasikan perasaan-perasaan anggota kelompok dan mengakomodasikan perasaan-perasaan anggota yang saling bertentangan dan (5) membantu anggota dalam membuat keputusannya secara kognitif untuk menghadapi masa depan. Oleh karena itu untuk mencapai sasaran pembubaran kelompok perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya menyangkut persiapan dampak pembubaran terhadap anggota, kemungkinan pembubaran dini, prosedur pembubaran, masalah-masalah yang terkait dengan pembubaran dan hal-hal lain yang menyangkut tindak lanjut.
Sebagai tahap penutup dari kegiatan BKp dan/atau KKp. Tugas pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah sebagai berikut.
a. Mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri
b. Pemimpin kelompok dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.
c. Membahas kegiatan lanjutan
d. Mengemukakan pesan dan harapan
e. Doa penutup
5. Evaluasi Kegiatan
Penilaian terhadap kegiatan konseling kelompok dapat dilakukan secara tertulis dimana para peserta diminta mengungkapkan perasaannya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai hal, baik yang telah dilakukan selama kegiatan kelompok (yang menyangkut isi maupun proses) maupun kemungkinan keterlibatan mereka untuk kegiatan serupa selanjutnya. Pada tahap ini dilakukan tinjauan terhadap kualitas kegiatan kelompok dan hasil-hasilnya melalui pengungkapan kesan-kesan peserta. Kondisi UCA (Understanding Comfort Action) menjadi fokus penilaian hasil-hasil konseling kelompok. Penilaian dilakukan dalam tiga tahap yaitu penilaian segera (laiseg) dilakukan pada akhir setiap sesi layanan, penilaian jangka pendek (laijapen) dan penilaian janka panjang (laijapang).
Daftar Pustaka
Gazda, George M. 1984. Group Counseling A developmental Approach. Third Edition. Toronto : Allyn And Bacon, Inc.
Prayitno, 1995. Layanan Bimbingan&Konseling Kelompok :Dasar &Profil. Cetakan Pertama. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Prayitno. 2005. Layanan Bimbingan Kelompok, Konseling Kelompok. Padang : FIP Universitas Negeri Padang
Langganan:
Postingan (Atom)